Saturday 2 February 2013

TEKNOLOGI INFORMASI KOMPUTER KEPERAWATAN


   A. Sejarah Perkembangan Komputer Dalam Keperawatan

Komunikasi adalah hal yang sangat penting bagi sebuah institusi perawatan kesehatan karena banyaknya bagian/departemen yang terlibat dalam proses perawatan pasien. Pelayanan dan manajer keperawatan harus memasukkan banyak data/informasi mengenai pasien mulai dari saat masuk hingga pasien pulang. Saat ini komputer secara absolut penting untuk mengatur:
1.Makinkompleksnyamasalahkeuangan
2.Melaporkanpermintaanbeberapabagian/departemen
3.Kebutuhan komunikasi dari tim perawatan kesehatan yang berbeda
4.Pengetahuanyangrelevanuntukperawatanpasien
Komputer mempengaruhi praktek, administrasi, pendidikan serta penelitian, dan dampaknya akan terus meluas. Abad informasi bagi masyarakat yang besar merupakan sejarah baru dalam perubahan teknologi, dan akan terus berkembang mempengaruhi kehidupan dan pekerjaan selama beberapa dekade.

A. Perspektif Sejarah
Komputer telah dikenal sekitar lima puluh tahun yang lalu, tetapi rumah sakit lambat dalam menangkap revolusi komputer. Saat ini hampir setiap rumah sakit menggunakan jasa komputer, setidaknya untuk manajemen keuangan.
Perawat terlambat mendapatkan manfaat dari komputer, usaha pertama dalam menggunakan komputer oleh perawat pada akhir tahun 1960-an dan 1970-an mencakup:
1. Automatisasi catatan perawat untuk menjelaskan status dan perawatan pasien.
2. Penyimpanan hasil sensus dan gambaran staf keperawatan untuk analisa kecenderungan masa depan staf. Pada pertengahan tahun 1970-an, ide dari sistem informasi rumah sakit (SIR) diterapkan, dan perawat mulai merasakan manfaat dari sistem informasi manajemen. Pada akhir tahun 1980-an memunculkan mikro-komputer yang berkekuatan besar sekali dan perangkat lunak untuk pengetahuan keperawatan seperti sistem informasi manajemen keperawatan (SIMK)
B. Sistem Informasi Rumah Sakit (SIR)
Sistem informasi rumah sakit (SIR) sangat luas, desain sistem computer yang komplek untuk menolong komunikasi dan mengatur informasi yang dibutuhkan dari sebuah rumah sakit. Sebuah SIR akan diaplikasikan untuk perijinan, catatan medis, akuntansi, kantor, perawatan, laboratorium, radiologi, farmasi, pusat supali, mutrisi/pelayanan makan, personel dan gaji. Jumlah aplikasi-aplikasi lain dapat dimasukkan bagi beberapa bagian/departemen dan untuk beberapa tujuan yang praktikal. Manajer-manajer perawat perlu mengenal komputer, yang mencakup mengenal istilah umum yang digunakan komputer. Pada masa depan dapat diharapkan bahwa semua pekerjaan perawat akan dipengaruhi oleh komputer, dan beberapa posisi baru akan dikembangkan bagi perawat-perawat di bidang komputer.
C. Penggunaan Sistem Informasi Manajemen Keperawatan (SIMK)
Sistem informasi manajemen keperawatan (SIMK) merupakan paket perangkat lunak yang dikembangkan secara khusus untuk divisi pelayanan keperawatan. Paket perangkat lunak ini mempunyai program-program atau modul-modul yang dapat membentuk berbagai fungsi manajemen keperawatan. Kebanyakan SIMK mempunyai modul-modul untuk :
1. Mengklasifikasikan pasien
2. Pambentukan saraf
3. Penjadwalan
4. Catatan personal
5. Laporan bertahap
6. Pengembangan anggaran
7. Alokasi sumber dan pengendalian biaya
8. Analisa kelompok diagnosa yang berhubungan
9. Pengendalian mutu
10. Catatan pengembangan staf
11. Model dan simulasi untuk pengembilan keputusan
12. Rencana strategi
13. Rencana permintaan jangka pendek dan rencana kerja
14. Evolusi program
Modul SIMK untuk klasifikasi pasien, pengaturan staf, catatan personal, dan laporan bertahap sering berhubungan. Pasien diklasifikasikan menurut kriterianya. Informasi klasifikasi pasien dihitung berdasarkan formula beban kerja. Juga susunan pegawai yang dibutuhkan dan susunan pegawai yang sebenarnya dapat dibuat.
SIMK dan komputer dapat membuat perawatan pasien lebih efektif dan ekonomis. Perawat-perawat klinis menggunakannya untuk mengatur perawatan pasien, termasuk di dalamnya sejarah pasien, rencana perawatan, pemantauan psikologis dan tidak langsung, catatan kemajuan perawatan dan peta kemajuan. Hal ini dapat dilakukan di semua kantor/ruang perawat.
Perawat-perawat klinis dapat menggunakan SIMK untuk mengganti sistem manual pada pencatatan data. Hal ini dapat mengurangi biaya sekaligus memungkinkan peningkatan kualitas dari perawatan. Dengan sistem informasi usia, manajer perawat dapat merencanakan karier untuk mereka sendiri dan perawat klinis mereka. Karier baru di SIMK mungkin satu jawaban untuk perawat.

D. Manajemen Asuhan Keperawatan
1. Model dalam Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan
    1) Metode Kasus
    2) Metode Fungsional
    3) Metode Perawatan Tim
    4) Metode Perawatan Primer
    5) Metode Keperawatan Modular
    6) Metode Manajemen Kasus
    2. Issue-issue dalam Manajemen Asuhan Keperawatan
        Ada banyak issue-issue yang berkembang dalam manajemen    asuhan keperawatan dimasa yang akan datang, beberapa diantaranya adalah :
1) Robotik
Robot akan membnatu perawat dalam menjelaskan beberapa tugas. Hal yang paling praktis dengan menggunakan robot yaitu penggunaan kartu elektronik, dimana digunakan untuk penyimpanan dan transpor obat-obatan, kain-kain dan persediaan-persediaan lain. Contoh lain yaitu tangan robot yang dapat digunakan untuk mengangkat yang berat. Kemungkinan aplikasi dimasa yang akan datang termasuk prosedur-prosedur yang tidak dapat untuk dibentuk seperti mata, otak, atau perbedaan tulang belakang atau prosedur dimana kontak secara langsung merupakan kontra indikasi untuk bahaya kesehatan. Seperti seorang pasien dengan tidak ada sistem kekebalan.
2) Komunikasi Suara
Komunikasi suara akan membantu perawat untuk berbicara dengan komputer mereka. Keyboard dan pembaca bar code tidak akan dibutuhkan untuk memasukkan atau mendapatkan kembali informasi komputer akan diminta untuk menampilkan informasi atau untuk mencatatnya dengan perintah suara.
3) Sistem Ahli dan Inteligensia Buatan
Kecenderungan masa depan lainnya adalah sistem ahli dan inteligensia buatan. Manajer perawat mempunyai akses ke kuantitas informasi yang besar yang memungkinkan mebantu mereka dalam membuat keputusan setiap hari. Dengan sistem ahli, manajer perawat dapat mengidentifikasi situasi manajemen, kriteria pendefinisian masalah, dan tujuan dari penanganan situasi. Manajer perawat kemudian mengevaluasi alternatif dan membuat keputusan.
Sistem ahli membuat kode pengetahuan yang relevan dan pengalaman dari ahli-ahli dan untuk memungkinkannya ada pada orang yang kurang berpengetahuan dan kurang berpengalaman. Suatu contoh dimana diperlukannya pengetahuan dan pengalaman total dari spesialis perawat klinis dibidang keperawatan ilmu neurologi, hal ini kemudian dikodekan dalam program komputer, dan dimungkinkannya ada untuk perawat melaksanakan klinis di area ilmu neurologi. Mereka akan mengkonsultasikannya untuk memecahkan masalah asuhan keperawatan.
3. Sistem Klasifikasi Pasien
Dalam menentukan kebutuhan tenaga di ruang rawat, perawat perlu memantau klasifikasi klien. Sistem klasifikasi pasien adalah pengelompokan pasien berdasarkan kebutuhan perawatan yang secara klinis dapat diobservasikan oleh perawat. Pada dasarnya sistem klasifikasi pasien ini mengelompokkan pasien sesuai dengan ketergantungannya dengan perawat atau waktu dan kemampuan yang dibutuhkan untuk memberi asuhan keperawatan yang dibutuhkan.
Tujuan klasifikasi pasien adalah untuk mengkaji pasien dan pemberian nilai untuk mengukur jumlah usaha yang diperlukan untuk memenuhi perawatan yang dibutuhkan pasien (Gillies, 1994). Menurut Swanburg, tujuan klasifikasi pasien adalah untuk menentukan jumlah dan jenis tenaga yang dibutuhkan dan menentukan nilai produktivitas.
Sistem klasifikasi pasien oleh Swanburg (1999) adalah sebagai berikut :
1) Kategori I : Self care
Biasanya membutuhkan waktu : 2 jam dengan waktu rata-rata efektif 1,5 jam/24 jam.
2) Kategori II : Minimal care
Biasanya membutuhkan 3 – 4 jam dengan waktu rata-rata efektif 3,5 jam/24 jam.
3) Kategori III : Moderate care atau Intermediate care
Biasanya membutuhkan 5 – 6 jam dengan waktu rata-rata efektif 5,5 jam/24 jam.
4) Kategori IV : Extensive care atau Modified Intensive care
Biasanya membutuhkan 7– 8 jam dengan waktu rata-rata efektif 7,5 jam/24 jam.
5) Kategori V : Intensive care
Biasanya membutuhkan 10 – 14 jam dengan waktu rata-rata efektif 12 jam/24 jam.
4. Jenis kegiatan dalam asuhan keperawatan
Beban kerja seorang perawat pelaksana juga ditentukan oleh jenis kegiatan yang harus dilakukannya. Dalam memberikan pelayanan keperawatan Gillies (1994) ada tiga jenis bentuk kegiatan yaitu:
        1) Kegiatan perawatan langsung
Adalah aktivitas perawatan yang diberikan oleh perawat yang ada hubungan secara khusus dengan kebutuhan fisik, psikologis dan spiritual pasien. Kebutuhan ini meliputi: komunikasi, pemberian obat, pemberian makan dan minum, kebersihan diri, serah terima pasien dan prosedur tindakan, seperti: mengukur tanda vital merawat luka, persiapan operasi, melaksanakan observasi, memasang dan observasi infus, memberikan dan mengontrol pemasangan oksigen.
2) Kegiatan perawatan tidak langsung
Adalah kegiatan tidak langsung, meliputi kegiatan-kegiatan untuk menyusun rencana perawatan, menyiapkan/memasang alat, melakukan konsultasi dengan anggota tim, menulis dan membaca catatan kesehatan/perawatan, melaporkan kondisi pasien, melaksanakan tindak lanjut dan melakukan koordinasi.
3) Kegiatan pengajaran/penyuluhan
Adalah kegiatan penyuluhan kesehatan yang diberikan pada pasien dan bersifat individual. Hal ini dimaksudkan agar materi pengajaran/penyuluhan sesuai dengan diagnosa, pengobatan yang ditetapkan, dan keadaan pola hidup pasien. Umumnya pasien memerlukan arahan yang meliputi tingkat aktivitas, pengobatan serta tindak lanjut perawatan dan dukungan masyarakat/keluarga.

B. SISTEM INFORMASI KEPERAWATAN DI PUSKESMAS

Puskesmas sebagai salah satu institusi pelayanan umum, dapat dipastikan membutuhkan keberadaan sistem informasi yang akurat dan handal, serta cukup memadai untuk meningkatkan pelayanan puskesmas kepada para pengguna (pasien) dan lingkungan terkait. Dengan lingkup pelayanan yang begitu luas, tentunya banyak sekali permasalahan kompleks yang terjadi dalam proses pelayanan di puskesmas. Banyaknya variabel di puskemas turut menentukan kecepatan arus informasi yang dibutuhkan oleh pengguna dan lingkungan puskesmas.
Selama ini banyak puskesmas yang masih mengelola data-data kunjungan pasien, data-data arus obat, dan juga membuat pelaporan dengan menggunakan cara-cara yang manual. Selain membutuhkan waktu yang lama, keakuratan dari pengelolaan data juga kurang dapat diterima, karena kemungkinan kesalahan sangat besar. Beberapa puskesmas mungkin sudah memakai komputer sebagai alat bantu untuk pengelolaan data, hanya saja sampai sekarang belum banyak program komputer yang secara khusus didesain untuk manajemen data di puskesmas.
Sistem Informasi Puskesmas (Simpus), sesuai namanya, adalah sebuah sistem informasi rekam medis yang secara khusus dirancang untuk digunakan di Puskesmas. Puskesmas sebagai institusi pelayanan kesehatan, memiliki kebutuhan-kebutuhan yang unik, berbeda dengan unit pelayanan kesehatan lainnya.
Kebutuhan-kebutuhan Puskesmas yang unik tersebut, telah sejak lama dengan tekun dipelajari dan diikuti perkembangannya oleh seorang teman, Raharjo. Setelah selama beberapa tahun Mas Jojok, demikian ia biasa dipanggil, mengembangkan dan memasarkan Simpus yang berupa aplikasi desktop (yang telah digunakan pada hampir 500 Puskesmas yang tersebar di seluruh Indonesia), pada tahun 2008, ia mengajak kami untuk bersama-sama mengembangkan Simpus yang berbasis web. Keputusan ini diambilnya setelah melihat fakta di lapangan bahwa Simpus berbasis web memiliki peluang memberikan dukungan yang lebih baik pada Puskesmas dalam melayani masyarakat. Dalam waktu kurang lebih setahun semenjak itu, Simpus berbasis web telah digunakan oleh beberapa Puskesmas.
Simpus merekam data rekam medis pasien-pasien yang berkunjung di Puskesmas. Tidak hanya itu, Simpus juga membantu Puskesmas dalam menyusun laporan-laporan rutin bulanan, baik untuk keperluan internal Puskesmas, ataupun untuk pelaporan ke Dinas Kesehatan.
Ada beberapa hal yang menjadi perhatian utama kami dalam mengembangkan Simpus berbasis web ini:
1. Kemudahan dalam pengoperasian. Dari pengalaman sejauh ini, dengan pelatihan dua hari, yang dilakukan selepas jam kerja Puskesmas, kebanyakan pengguna sudah memahami alur Simpus dan cara menggunakannya.
2. Kecepatan proses pengisian data. Sudah sejak lama kami menyadari bahwa pengisian data melalui tampilan berbasis web cenderung lebih lama, bila dibandingkan dengan pengisian data melalui tampilan aplikasi desktop. Kami berupaya meminimalkan waktu pengisian data dengan menyederhanakan alur, tanpa mengurangi kelengkapan data yang diisikan. Pengisian data pada semua titik (ruang pendaftaran, ruang pelayanan medis, dll) secara rata-rata dilakukan dalam waktu 1-2 menit.
3. Dukungan bantuan kepada pengguna. Kami menyadari bahwa belum banyak petugas Puskesmas yang terbiasa dengan penggunaan aplikasi berbasis web. Proses pembiasaan tentu saja akan membutuhkan waktu, dan dalam proses tersebut mungkin akan ada kendala-kendala yang dijumpai. Dengan dukungan dari petugas setempat, kami selalu berupaya memberikan bantuan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut.
Saat ini, Puskesmas yang telah menggunakan Simpus kami adalah:
· Kota Magelang: Puskesmas Magelang Selatan, Puskesmas Magelang Utara, Puskesmas Botton, Puskesmas Jurangombo, Puskesmas Kerkopan
· Kabupaten Demak: Puskesmas Karangawen
· Kabupaten Sukoharjo: Puskesmas Kartasura, Puskesmas Polokarto
· Kabupaten Bangka Barat: Puskesmas Muntok

SIMPUS dikembangkan dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi yang secara umum banyak dijumpai di puskesmas. SIMPUS mempunyai tunjuan pengembangan yang jelas, antara lain :
·         Terbangunnya suatu perangkat lunak yang dapat digunakan dengan mudah oleh puskesmas, dengan persyaratan yang seminimal mungkin dari segi perangkat keras maupun dari segi sumber daya manusia yang akan menggunakan perangkat lunak tersebut.
·         Membantu dalam mengolah data puskesmas dan dalam pembuatan berbagai pelaporan yang diperlukan.
·         Terbangunnya suatu sistem database untuk tingkat kabupaten, dengan memanfaatkan data-data kiriman dari puskesmas.
·         Terjaganya data informasi dari puskesmas dan Dinas Kesehatan sehingga dapat dilakukan analisa dan evaluasi untuk berbagai macam penelitian.
·         Terwujudnya unit informatika di Dinas Kesehatan Kabupaten yang mendukung terselenggaranya proses administrasi yang dapat meningkatkan kwalitas pelayanan dan mendukung pengeluaran kebijakan yang lebih bermanfaat untuk masyarakat.
Berbagai kendala dalam implementasi SIMPUS ataupun program aplikasi yang sudah pernah dialami di berbagai daerah ikut menjadi masukkan untuk menentukan model pengembangan SIMPUS. Kendala-kendala yang secara umum sering dijumpai di puskesmas antara lain :
1. Kendala di bidang Infrastruktur
Banyak puskesmas yang hanya memiliki satu atau dua komputer, dan biasanya untuk pemakaian sehari-hari di puskesmas sudah kurang mencukupi. Sudah mulai banyak pelaporan-pelaporan yang harus ditulis dengan komputer. Komputer lebih berfungsi sebagai pengganti mesin ketik semata. Selain itu kendala dari sisi sumber daya listrik juga sering menjadi masalah. Puskesmas di daerah-daerah tertentu sudah biasa menjalani pemadaman listrik rutin sehingga pengoperasian komputer menjadi terganggu. Dari segi keamanan, banyak gedung puskesmas yang kurang aman, sering terjadi puskesmas kehilangan perangkat komputer.
2. Kendala di bidang Manajemen
Masih jarang sekali ditemukan satu orang staf atau petugas atau bahkan unit kerja yang khusus menangani bidang data/komputerisasi. Hal ini dapat dijumpai dari tingkat puskesmas ataupun tingkat dinas kesehatan di kabupaten/kota. Pada kondisi seperti ini nantinya akan menjadi masalah untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab atas data-data yang akan ada, baik dari segi pengolahan dan pemeliharaan data, maupun dari segi koordinasi antar bagian.
3. Kendala di bidang Sumber Daya Manusia
Kendala di bidang SDM ini yang paling sering ditemui di puskesmas. Banyak staf puskesmas yang belum maksimal dalam mengoperasikan komputer. Biasanya kemampuan operasional komputer didapat secara belajar mandiri, sehingga tidak maksimal. Belum lagi dengan pemakaian komputer oleh staf yang kadang-kadang tidak pada fungsi yang sebenarnya.
APLIKASI SIMPUS
Dengan melihat berbagai tujuan dan berbagai kendala diatas, SIMPUS dikembangkan. Kondisi-kondisi yang ada benar-benar menjadi pertimbangan rancangan Aplikasi SIMPUS. Hal utama yang harus diketahui dari SIMPUS ini adalah :
                "SIMPUS adalah program aplikasi yang dikembangkan khusus dari puskesmas, untuk puskesmas dengan melihat kebutuhan dan kemampuan puskesmas dalam mengelola, mengolah dan memelihara data-data yang ada.''
SIMPUS adalah aplikasi yang bersifat single user atau hanya dapat diaplikasikan hanya oleh satu orang pada saat itu. SIMPUS bukan aplikasi multi user yang memungkinkan satu database diolah bersama-sama oleh beberapa staf, dari beberapa ruang pelayanan yang ada di puskesmas.
Dengan luasnya lingkup pekerjaan di puskesmas, maka SIMPUS nantinya akan dikembangkan secara modular, atau terpisah antara program kerja yang satu dengan program kerja yang lain.
Beberapa hal mengenai SIMPUS antara lain :
1. Menggunakan Sistem Operasi Windows, menampilkan tampilan secara grafis dan mudah digunakan. Untuk proses keluaran data bahkan hampir semua tampilan bisa di akses dengan menggunakan tetikus (mouse).
2. Menyimpan informasi riwayat kunjungan dari pasien dengan akurat. Penomoran Index yang tepat dan benar akan lebih mempermudah dalam proses pencarian data pasien tertentu.
3. Input data yang cepat, dengan sumber data dari kartu registrasi pasien. Desain masukkan data yang dikembangkan dengan mengacu pada pengalaman di puskesmas menjadi pertimbangan utama untuk membuat proses entry harus cepat. Dalam kondisi normal hanya butuh waktu dibawah 1 menit untuk memasukkan satu data pasien.
4. Dapat menampilkan rekapitulasi data pasien dan obat, serta membuat pelaporan LB1 dan LPLPO dengan cepat. Periode keluaran data dapat ditetapkan sesuai dengan kebutuhan, dari data harian, periode harian, mingguan, bulanan atau tahunan.
5. Dapat menampilkan data 10 Besar / 20 Besar penyakit dengan cepat.
6. Menampilkan data-data keluaran secara tabel maupun secara grafik dengan    cepat.
7. Dapat digunakan untuk melakukan filter data kunjungan dengan cepat dan mudah, sesuai dengan kriteria yang diinginkan.
METODOLOGI PENGEMBANGAN
Pengembangan suatu sistem informasi, jelas membutuhkan langkah-langkah dan strategi yang harus dijalankan. Pengembangan tidak dapat dilakukan dengan hanya membeli satu perangkat lunak kemudian dibagikan ke puskesmas yang ada, tetapi juga harus diikuti dengan berbagai langkah secara organisatoris maupun secara operasional. Langkah-langkah pengembangan dapat berupa program pra-implementasi dan program pasca-implementasi. Beberapa langkah yang harus dilakukan antara lain :
Pendataan awal berbagai masalah baik dari segi perangkat keras ataupun calon petugas data.
Pembentukan team informasi baik tingkat puskesmas atau tingkat dinas kesehatan. Team untuk tingkat puskesmas dapat terdiri dari seorang penanggung jawab program, disertai beberapa operator. Sedangkan untuk tingkat dinas kesehatan, mungkin diperlukan satu team khusus untuk mengorganisir alur data dan juga bertanggung jawab untuk manajemen data-data kesehatan. Apabila dimungkinkan dapat dibentuk satu sub dinas Informatika / Pengolahan Data Elektronik.
Inventarisasi data-data dasar, baik untuk tingkat puskesmas ataupun tingkat dinas kesehatan. Data-data dasar itu antara lain : data puskesmas, data petugas medis, data tempat pelayanan kesehatan, data obat-obat gudang farmasi, data diagnosis, dan beberapa data-data dasar lainnya. Data-data ini nantinya akan dikodekan karena SIMPUS akan banyak membutuhkan masukkan data berupa kode.
Sosialisasi data-data dasar. Hal ini perlu dilakukan ke semua staf medis dan petugas di puskesmas supaya lebih mengenal sedini mungkin sistem yang akan dipakai.
Pelatihan petugas SIMPUS. Dalam proses masukkan data, tentunya dibutuhkan petugas khusus yang benar-benar menguasai program SIMPUS. Untuk itu perlu minimal 2 orang dari tiap puskesmas yang harus di beri pelatihan untuk awal pelaksanaan implementasi SIMPUS. Setelah beberapa saat di implementasikan, maka diharapkan staf-staf puskesmas dapat belajar dari petugas yang sudah menguasai.
Ujicoba implementasi. Hal ini dibutuhkan untuk mencoba semua staf, dalam pengisian lembar registrasi pasien, juga untuk mengasah ketrampilan masukkan data dari petugas yang sudah dilatih.
Evaluasi, dilakukan untuk mencari masukkan dan juga memberi masukkan kepada semua pihak yang terkait dalam pengembangan SIMPUS.
BIAYA PENGEMBANGAN
Biaya pengembangan sistem informasi tergantung dari banyaknya puskesmas di tingkat kabupaten beserta kelengkapan fasilitas dari program aplikasi untuk tingkat kabupaten.
Harga program SIMPUS sebesar Rp. 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah). Harga belum termasuk pembuatan peta wilayah untuk puskesmas. Harga dasar bisa berubah tergantung dari lokasi puskesmas.
Harga program SIM Dinkes sebesar Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), harga termasuk pembuatan gambar peta wilayah untuk pengembangan program sampai fungsi pemetaan penyakit.
Untuk pelatihan petugas operator program SIMPUS, biaya per puskesmas adalah Rp. 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) untuk Simpus Single User, Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah) untuk Simpus Web based. Setiap puskesmas dapat mengirimkan dua calon operator.
Harga belum termasuk transportasi Yogyakarta-daerah tujuan, akomodasi, penginapan beserta Lumpsum untuk trainer sebesar Rp. 750.000,00 (Pulau Jawa) atau Rp. 1 500.000,00 (Luar Pulau Jawa) per hari.
Apabila dikehendaki, dapat dilakukan kunjungan untuk evaluasi dan supervisi per puskesmas, dengan menambah biaya transportasi, akomodasi dan lumpsum.
Perkiraan harga komputer dan printer dengan spesifikasi yang layak untuk digunakan software SIMPUS : Rp. 3 500 000,00 – Rp. 4 500 000,00
SPESIFIKASI KOMPUTER SIMPUS
Spesifikasi minimal komputer yang digunakan untuk menjalankan Program SIMPUS dengan baik :
Prosesor : Pentium III atau di atasnya
RAM : 128 Mb atau lebih
VGA : 4 Mb atau lebih
Hard disk : Minimal 10 Gb
Spesifikasi minimal untuk komputer yang digunakan sebagai pengolah data di Dinas Kesehatan
Prosesor : Pentium IV
RAM : 512 Mb atau lebih
VGA : 4 Mb atau lebih
Hard disk : Minimal 40 Gb
Tentunya dengan kondisi perkembangan teknologi komputer dewasa ini, bukan masalah yang berat untuk mengadakan komputer dengan spesifikasi tersebut. Apabila memungkinkan bahkan dapat digunakan masing-masing dua komputer atau lebih di puskesmas untuk lebih mempercepat proses pengetikan data ke dalam SIMPUS. Untuk transfer data di puskesmas, selain menggunakan disket atau flash disk, juga dapat dihubungan dengan jaringan komputer.

PERAN TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK MENDUKUNG MANAJEMEN INFORMASI KESEHATAN DI RUMAH SAKIT

Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat telah merambah ke berbagai sektor termasuk kesehatan. Meskipun dunia kesehatan (dan medis) merupakan bidang yang bersifat information-intensive, akan tetapi adopsi teknologi informasi relatif tertinggal. Sebagai contoh, ketika transaksi finansial secara elektronik sudah menjadi salah satu prosedur standar dalam dunia perbankan, sebagian besar rumah sakit di Indonesia baru dalam tahap perencanaan pengembangan billing system. Meskipun rumah sakit dikenal sebagai organisasi yang padat modal-padat karya, tetapi investasi teknologi informasi masih merupakan bagian kecil. Di AS, negara yang relatif maju baik dari sisi anggaran kesehatan maupun teknologi informasinya, rumah sakit rerata hanya menginvestasinya 2% untuk teknologi informasi.
Di sisi yang lain, masyarakat menyadari bahwa teknologi informasi merupakan salah satu tool penting dalam peradaban manusia untuk mengatasi (sebagian) masalah derasnya arus informasi. Teknologi informasi (dan komunikasi) saat ini adalah bagian penting dalam manajemen informasi. Di dunia medis, dengan perkembangan pengetahuan yang begitu cepat (kurang lebih 750.000 artikel terbaru di jurnal kedokteran dipublikasikan tiap tahun), dokter akan cepat tertinggal jika tidak memanfaatkan berbagai tool untuk mengudapte perkembangan terbaru. Selain memiliki potensi dalam memfilter data dan mengolah menjadi informasi, TI mampu menyimpannya dengan jumlah kapasitas jauh lebih banyak dari cara-cara manual. Konvergensi dengan teknologi komunikasi juga memungkinkan data kesehatan di-share secara mudah dan cepat. Disamping itu, teknologi memiliki karakteristik perkembangan yang sangat cepat. Setiap dua tahun, akan muncul produk baru dengan kemampuan pengolahan yang dua kali lebih cepat dan kapasitas penyimpanan dua kali lebih besar serta berbagai aplikasi inovatif terbaru. Dengan berbagai potensinya ini, adalah naif apabila manajemen informasi kesehatan di rumah sakit tidak memberikan perhatian istimewa. Artikel ini secara khusus akan membahas perkembangan teknologi informasi untuk mendukung manajemen rekam medis secara lebih efektif dan efisien. Tulisan ini akan dimulai dengan berbagai contoh aplikasi teknologi informasi, faktor yang mempengaruhi keberhasilan serta refleksi bagi komunitas rekam medis.

B. Aplikasi teknologi informasi untuk mendukung manajemen informasi kesehatan
Secara umum masyarakat mengenal produk teknologi informasi dalam bentuk perangkat keras, perangkat lunak dan infrastruktur. Perangkat keras meliputi perangkat input (keyboard, monitor, touch screen, scanner, mike, camera digital, perekam video, barcode reader, maupun alat digitasi lain dari bentuk analog ke digital). Perangkat keras ini bertujuan untuk menerima masukan data/informasi ke dalam bentuk digital agar dapat diolah melalui perangkat komputer. Selanjutnya, terdapat perangkat keras pemroses lebih dikenal sebagai CPU (central procesing unit) dan memori komputer. Perangkat keras ini berfungsi untuk mengolah serta mengelola sistem komputer dengan dikendalikan oleh sistem operasi komputer. Selain itu, terdapat juga perangkat keras penyimpan data baik yang bersifat tetap (hard disk) maupun portabel (removable disk). Perangkat keras berikutnya adalah perangkat outuput yang menampilkan hasil olahan komputer kepada pengguna melalui monitor, printer, speaker, LCD maupun bentuk respon lainnya.
Selanjutnya dalam perangkat lunak dibedakan sistem operasi (misalnya Windows, Linux atau Mac) yang bertugas untuk mengelola hidup matinya komputer, menhubungkan media input dan output serta mengendalikan berbagai perangkat lunak aplikasi maupun utiliti di komputer. Sedangkan perangkat aplikasi adalah program praktis yang digunakan untuk membantu pelaksanaan tugas yang spesifik seperti menulis, membuat lembar kerja, membuat presentasi, mengelola database dan lain sebagainya. Selain itu terdapat juga program utility yang membantu sistem operasi dalam pengelolaan fungsi tertentu seperti manajemen memori, keamanan komputer dan lain-lain.
Pada aspek infrastruktur, kita mengenal ada istilah jaringan komputer baik yang bersifat terbatas dan dalam kawasan tertentu (misalnya satu gedung) yang dikenal dengan nama Local Area Network maupun jaringan yang lebih luas, bahkan bisa meliputi satu kabupaten atau negara atau yang dikenal sebagai Wide Area Network (WAN). Saat ini, aspek infrastruktur dalam teknologi informasi seringkali disatukan dengan perkembangan teknologi komunikasi. Sehingga muncul istilah konvergensi teknologi informasi dan komunikasi. Perangkat PDA (personal digital assistant) yang berperan sebagai komputer genggam tetapi sarat dengan fungsi komunikasi (baik Wi-Fi, bluetooth maupun GSM) merupakan salah satu contoh diantaranya.
Perangkat keras (baik input, pemroses, penyimpan, maupun output), perangkat lunak serta infrastruktur, ketiga-tiganya memiliki potensi besar untuk meningkatkan efektivitas maupun efisiensi manajemen informasi kesehatan. Beberapa contoh penting yang akan diulas adalah (1)rekam medis berbasis komputer, (2) teknologi penyimpan portabel seperti smart card,(3) teknologi nirkabel dan (4) komputer genggam.

B.1. Rekam medis berbasis komputer (Computer based patient record)
Salah satu tantangan besar dalam penerapan teknologi informasi dan komunikasi di rumah sakit adalah penerapan rekam medis medis berbasis komputer. Dalam laporan resminya, Intitute of Medicine mencatat bahwa hingga saat ini masih sedikit bukti yang menunjukkan keberhasilan penerapan rekam medis berbasis komputer secara utuh, komprehensif dan dapat dijadikan data model bagi rumah sakit lainnya
Pengertian rekam medis berbasis komputer bervariasi, akan tetapi, secara prinsip adalah penggunaan database untuk mencatat semua data medis, demografis serta setiap event dalam manajemen pasien di rumah sakit. Rekam medis berbasis komputer akan menghimpun berbagai data klinis pasien baik yang berasal dari hasil pemeriksaan dokter, digitasi dari alat diagnosisi (EKG, radiologi, dll), konversi hasil pemeriksaan laboratorium maupun interpretasi klinis. Rekam medis berbasis komputer yang lengkap biasanya disertai dengan fasilitas sistem pendukung keputusan (SPK) yang memungkinkan pemberian alert, reminder, bantuan diagnosis maupun terapi agar dokter maupun klinisi dapat mematuhi protokol klinik.

B.2. Teknologi penyimpan data portable
Salah satu aspek penting dalam pelayanan kesehatan yang menggunakan pendekatan rujukan (referral system) adalah continuity of care. Dalam konsep ini, pelayanan kesehatan di tingkat primer memiliki tingkat konektivitas yang tinggi dengan tingkat rujukan di atasnya. Salah satu syaratnya adalah adanya komunikasi data medis secara mudah dan efektif. Beberapa pendekatan yang dilakukan menggunakan teknologi informasi adalah penggunaan smart card (kartu cerdas yang memungkinkan penyimpanan data sementara). Smart card sudah digunakan di beberapa negara Eropa maupun AS sehingga memudahkan pasien, dokter maupun pihak asuransi kesehatan. Dalam smart card tersebut, selain data demografis, beberapa data diagnosisi terakhir juga akan tercatat. Teknologi penyimpan portabel lainnya adalah model web based electronic health record yang memungkinkan pasien menyimpan data sementara kesehatan mereka di Internet. Data tersebut kemudian dapat diakses oleh dokter atau rumah sakit setelah diotorisasi oleh pasien. Teknologi ini merupakan salah satu model aplikasi telemedicine yang tidak berjalan secara real time.
Aplikasi penyimpan data portabel sederhana adalah bar code (atau kode batang). Kode batang ini sudah jamak digunakan di kalangan industri sebagai penanda unik merek datang tertentu. Hal ini jelas sekali mempermudah supermarket dan gudang dalam manajemen retail dan inventori. Food and Drug Administration (FDA) di AS telah mewajibkan seluruh pabrik obat di AS untuk menggunakan barcode sebagai penanda obat. Penggunaan bar code juga akan bermanfaat bagi apotik dan instalasi farmasi di rumah sakit dalam mempercepat proses inventori. Selain itu, penggunaan barcode juga dapat digunakan sebagai penanda unik pada kartu dan rekam medis pasien.
Teknologi penanda unik yang sekarang semakin populer adalah RFID (radio frequency identifier) yang memungkinkan pengidentifikasikan identitas melalui radio frekuensi. Jika menggunakan barcode, rumah sakit masih memerlukan barcode reader, maka penggunaan RFID akan mengeliminasi penggunaan alat tersebut. Setiap barang (misalnya obat ataupun berkas rekam medis) yang disertai dengan RFID akan mengirimkan sinyal terus menerus ke dalam database komputer. Sehingga pengidentifikasian akan berjalan secara otomatis.

B. 3. Teknologi nirkabel
Pemanfaatan jaringan computer dalam dunia medis sebenarnya sudah dirintis sejak hampir 40 tahun yang lalu. Pada tahun 1976/1977, University of Vermon Hospital dan Walter Reed Army Hospital mengembangkan local area network (LAN) yang memungkinkan pengguna dapat log on ke berbagai komputer dari satu terminal di nursing station. Saat itu, media yang digunakan masih berupa kabel koaxial. Saat ini, jaringan nir kabel menjadi primadona karena pengguna tetap tersambung ke dalam jaringan tanpa terhambat mobilitasnya oleh kabel. Melalui jaringan nir kabel, dokter dapat selalu terkoneksi ke dalam database pasien tanpa harus terganggun mobilitasnya.

B. 4. Komputer genggam (Personal Digital Assistant)
Saat ini, penggunaan komputer genggam (PDA) menjadi hal yang semakin lumrah di kalangan medis. Di Kanada, limapuluh persen dokter yang berusia di bawah 35 tahun menggunakan PDA. PDA dapat digunakan untuk menyimpan berbagai data klinis pasien, informasi obat, maupun panduan terapi/penanganan klinis tertentu. Beberapa situs di Internet memberikan contoh aplikasi klinis yang dapta digunakan di PDA seperti epocrates. Pemanfaatan PDA yang sudah disertai dengan jaringan telepon memungkinkan dokter tetap dapat memiliki akses terhadap database pasien di rumahs akit melalui jaringan Internet. Salah satu contoh penerapan teknologi telemedicine adalah pengiriman data radiologis pasien yang dapat dikirimkan secara langsung melalui jaringan GSM. Selanjutnya dokter dapat memberikan interpretasinya secara langsung PDA dan memberikan feedback kepada rumah sakit.

C. PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI DI BIDANG KESEHATAN DAPAT DIIBARATKAN SEBAGAI PISAU BERMATA DUA

Penerapan teknologi informasi di bidang kesehatan dapat diibaratkan sebagai pisau bermata dua. Di satu sisi, inovasi ini dapat menyebabkan efisiensi, tetapi disisi lain dapat menyebabkan pemborosan, memperburuk kinerja organisasi bahkan kegagalan.
Teori mengenai difusi inovasi petama kali dicetuskan oleh Everett Rogers melalui publikasinya pada tahun 1960 dengan mendefinisikan sebagai proses dimana inovasi dikomunikasikan melalui saluan tertentu pada kurun waktu tertentu kepada anggota sistem sosial. Sedangkan inovasi diartikan sebagai ide, praktek atau obyek yang dianggap baru oleh individu, kelompok bahkan organisasi.
Proses individu mengadopsi inovasi secara bertahap meliputi fase pengetahuan, persuasi, keputusan, implementasi dan konfirmasi. Pengenalan obat baru juga mengikuti fase tersebut. Dokter akan menggunakan obat baru setelah menerima berbagai informasi melalui berbagai saluran komersial dan divalidasi oleh saluran profesional.
Akan tetapi, penerapan konsep inovasi dan difusi bagi adopsi teknologi informasi tidaklah sederhana. Keputusan mengadopsi teknologi informasi tidak hnya terletak pada aspek individu, tetapi juga pada tingkatan organisasional. Inovasi penggunaan surat elektronik lebih tergantung kepada keputusan individu bukan organisasi. Disisi lain, dalam suatu organisasi, berbagai jenis perangkat lunak dapat digunakan secara bersama-sama. Disinilah peran jaringan sosial menentukan perilaku adopsi inovasi di sektor kesehatan.
Dari paparan diatas penerapan teknologi informasi di bidang kesehatan pada saat ini sebagai upaya dalam peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di Indonesia.
Salah satu masalah utama pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah bagaimana mengatasi angka kematian ibu dan anak yang relatif masih tinggi, dan angka kematian bayi dan balita. Hal ini merupakan masalah mendasar yang dihadapi dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Jumlah seluruh puskesmas di Indonesia lebih dari 7.000 buah yang melayani lebih dari separuh penduduk Indonesia tingkat menengah ke bawah. Untuk pelayanan tersebut masih dibantu dengan puskesmas keliling, puskesmas pembantu dan pos pelayanan terpadu (posyandu). Karena keterbatan sumber daya manusia pelayanan kesehatan, sistem pelayanan primer di Indonesia menggunakan sistem rujukan (referral system), yang menggunakan pada infrastruktur komunikasi dan transportasi.
Salah satu upaya dalam membantu peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat kelompok penelitian Teknik Biomedika ITB mengembangkan sistem telemedika berbasis ICT. Sistemtelemedika berbasis ICT terutama terdiri dari sejumlah unit berbasis PC, infrastruktur telekomunikasi yang tersedia,modul perakgkat keras, modul perangkat lunak aplikasi, serta SDM pelaksana. Hal tersebut telah dilakukan oleh Departemen Kesehatan dan Pemerintah Daerah dimana uji cobanya telah diimplementasikan pada Dinas Kesehatan Kota Bandung dan sejumlah puskesmas, dengan aplikasi mecakup pencatatan, pelaporan data pasin dan data obat, telekonsultasi sederhana, tele koordinasi, tele diagnosa serta pendidikan masyarakat. Meskipun diperoleh hasil-hasil positif, berbagai langkah pengembangan lebih lanjut masih diperlukan untuk implementasi sistem telemedika di sejumlah lembaga pelayanan kesehatan masyarakat. Terdapat berbagai tantangan menarik untuk pengembangan berbagai aplikasi sistem telemedika berbasis ICT guna membantu penyelesaian masalah nyata dalam peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat.
APA ITU TEKNIK BIOMEDIKA (BIOMEDICAL ENGINEERING)?
tBidang multidisiplin yang merupakan berbagai metoda engineering, science dan tenologi untuk membantu memecahkan masalah dalam bidang biologi dan kodekteran, guna meningkatkan kualitas hidup manusia, melalui peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat.
tTelemedika (telemedicine), juga diartikan sebagai penyampayan pelayanan-kesehatan melalui jarak jauh, telah menyebar pemakaiannya ke seluruh dunia. Pratisi dokumentaran dapat berkomunikasi dengan lebih cepat dan lebih luas dengan teman sejawat dan pasiennya dimanapun mereka berada. Telemedika, khususnya untuk pelayanan kesehatan masyarakat, berpontesi untuk memiliki pengaruh yang berarti untuk negara berkembang seperti indonesia bila dibandingkan dengan negara maju.
tTeknik biomedika yang bersifat multidisiplin, menerapkan teknologielektronika, komputer, telekomunikasi, serta instrumentasi, untuk transfer informasi kedokteran dari satu tempat ke tempat lain guna membantu pelaksanaan prosedur kedokteran.
tDalam berbagai kegiatan bidang teknik biomedika, perlu dilakukan tahap pemrosesan informasi kedokteran untuk membantu pelaksanaan prosedur kedokteran. Beberapa contoh informasi kedokteran adalah:
- Data alfanumerik (misal data pribadi pasien, hasil diagnosa dokter), sinyal fisiologis (misal sinyal EKG, EEG), citra kedokteran statik dan dinamik (misal citra x-ray thorax, citra USG janin bergerak), bunyi dan suara (bunyi pernafasan, bunyi korotkoff, suara pembicaraan pasien dan dokter). Contoh tahap prosedur kedokteran adalah: pengumpulan data pasien, analisis data pasien, menegakkan diagnosa, memberikan terapi dan tahap tindak lanjut.
MENGENAL SISTEM TELEMEDIKA DAN APLIKASINYA
Teknik Biomedika telah berkembang sejak lebih dari 50 tahun yang lalu di banyak negara maju, pada awal tahun 2006 terdapat lebih dari 110 perguuan tinggi di Amerika Utara.
Secara umum, telemedika sebagai salah satu ruang lingkup teknik biomedika, diartikan sebagai aplikasi elektronika, komputer dan telekomunkasi dalam teknik biomedika, untuk melakukan pertukaran informasi kedokteran dari satu tempat ke tempat yang lain gunamembantu pelaksanaan prosedur kedokteran.
Tujuan dari telemedika adalah guna meningkatkan kualitas hidup manusia melalui peningkatan pelayanan dan pendidikan kesehatan masyarakat.
Dengan demikian, dalam sistem telemedika selalu dilakukan pemrosesan informasi kedokteran, pengiriman dan penerimaan informasi kedokteran, yang hasilnya harus dapat menunjang pelaksanaan prosedur kedokteran.
Dibawah koordinasi Departemen Kesehatan berbagai usaha oleh banyak instansi/lembaga atau kelompok untuk menurunkan angka kematian Ibu, bayi dan balita.
Bagian-bagian Sistem Telemedika
Suatu sistem telemedika secara umum terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut:
- sejumlah unit (medical stations) berbasis komputer (PC) atau mikrokontroller
- infrastruktur telekomunikasi yang tersedia
- sejumlah modul perangkat lunak telemedika
- sejumlah perangkat keras telemedika
- sejumlah alat kedokteran dan atau alat tambahan lainnya
- personil pelayanan kesehatan operator dan teknik
Bagian-bagian tersebut dapat berupa peralatan yang telah tersedia secara komersial yang harganya relatif sangat mahal.
Infrastruktur telekomunikasi yang digunakan dapat berupa jaringan khusus atau jaringan publik seperti:
- jaringan telepon (PSTN)
- jaringan telepon bergerak (mobile phone)
- jaringan telepon satelit
- jaringan telekomunikasi radio, terestrial, satelit
- jaringan internet
- kombinasi dari jaringan-jaringan tersebut
Penggunaan jaringan internet akan dapat membuka wawasan dan aplikasi baru, mengingat perkembangan teknologi internet dan aplikasinya yang sangat pesat akhir-akhir ini. Untuk keperluan pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia akan lebih tepat bila dilakukan pengembangan sistem telemedika secaa mandiri.
Teknologi Informasi berkembang pesat dan pemanfaatannya merambah ke berbagai bidang termasuk kesehatan. Pemanfaatan TI bidang kedokteran dan kesehatan menjadi kebutuhan. Komunitas kesehatan harus mulai membiasakan diri menggunakan solusi Ti untuk dunia kedokteran dan kesehatan. Asosiasi harus memikirkan berbagai standar yang berhubungan dengan pemanfaatan TI untuk kesehatan. Pengembangan sistem telemedika merupakan salah satu upaya dari Pemerintah untuk membantu peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat, terutama mengatasi masalah tingginya angka kematian ibu, dan angka kematian bayi dan balita di Indonesia.
Penelitian Ash juga menyimpulkan bahwa kesadaran terhadap komunikasi yang akurat dan tepat waktu, mekanisme reward yang menerapkan prinsip ekspektansi, pengambilan keputusan yang bersifat pertisipatif, serta keberadaan champiorn sangat diperlukan untuk menjamin bahwa inovasi teknologi informasi berhasil didifusikan, selainitu aspek organisasi juga perlu diperhatikan tidak hanya teknologi saja.

 D. PERAN TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK MENDUKUNG MANAJEMEN INFORMASI KESEHATAN DI RUMAH SAKIT
Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat telah merambah ke berbagai sektor termasuk kesehatan. Di dunia medis, dengan perkembangan pengetahuan yang begitu cepat ( kurang lebih 750.000 artikel terbaru di jurnal kedokteran dipublikasikan tiap tahun), dokter akan cepat tertinggal jika tidak memanfaatkan berbagai tool untuk meng-update perkembangan terbaru. Perangkat keras ( baik input, pemroses, penyimpan, maupun output), perangkat lunak serta infrastruktur, ketiga-tiganya memiliki potensi besar untuk meningkatkan efektivitas maupun efisiensi manajemen informasi kesehatan. 4 hal dalam manajemen rumahsakit yang memanfaatkan teknologi informasi adalah  (1)rekam medis berbasis komputer, (2) teknologi penyimpan portabel seperti smart card,(3) teknologi nirkabel dan (4) komputer genggam. . Dengan demikian, komunitas rekam medis akan memiliki wawasan yang luas mengenai prospek teknologi informasi serta mampu menjembatani klinisi (pengguna dan penyedia utama informasi kesehatan) dengan para ahli komputer (informatika) yang bertujuan merancang desain aplikasi dan sistem agar dapat menghasilkan produk aplikasi manajemen informasi kesehatan di rumah sakit yang lebih efektif dan efisien
Teknologi Informasi di Rumah Sakit
Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat telah merambah ke berbagai sektor termasuk kesehatan. Meskipun dunia kesehatan (dan medis) merupakan bidang yang bersifat information-intensive, akan tetapi adopsi teknologi informasi relatif tertinggal. Sebagai contoh, ketika transaksi finansial secara elektronik sudah menjadi salah satu prosedur standar dalam dunia perbankan, sebagian besar rumah sakit di Indonesia baru dalam tahap perencanaan pengembangan billing system. Meskipun rumah sakit dikenal sebagai organisasi yang padat modal-padat karya, tetapi investasi teknologi informasi masih merupakan bagian kecil. Di AS, negara yang relatif maju baik dari sisi anggaran kesehatan maupun teknologi informasinya, rumah sakit rerata hanya menginvestasinya 2% untuk teknologi informasi.
Di sisi yang lain, masyarakat menyadari bahwa teknologi informasi merupakan salah satu tool penting dalam peradaban manusia untuk mengatasi (sebagian) masalah derasnya arus informasi. Teknologi informasi (dan komunikasi) saat ini adalah bagian penting dalam manajemen informasi. Di dunia medis, dengan perkembangan pengetahuan yang begitu cepat (kurang lebih 750.000 artikel terbaru di jurnal kedokteran dipublikasikan tiap tahun), dokter akan cepat tertinggal jika tidak memanfaatkan berbagai tool untuk mengudapte perkembangan terbaru. Selain memiliki potensi dalam memfilter data dan mengolah menjadi informasi, TI mampu menyimpannya dengan jumlah kapasitas jauh lebih banyak dari cara-cara manual. Konvergensi dengan teknologi komunikasi juga memungkinkan data kesehatan di-share secara mudah dan cepat. Disamping itu, teknologi memiliki karakteristik perkembangan yang sangat cepat. Setiap dua tahun, akan muncul produk baru dengan kemampuan pengolahan yang dua kali lebih cepat dan kapasitas penyimpanan dua kali lebih besar serta berbagai aplikasi inovatif terbaru. Dengan berbagai potensinya ini, adalah naif apabila manajemen informasi kesehatan di rumah sakit tidak memberikan perhatian istimewa. Demikian Anis fuad dalam peran teknologi informasi untuk mendukung manajemen informasi kesehatan di rumah sakit
Ono.W.Purbo dalam telemedicine mengatakan teknologi informasi hanyalah alat bantu yang membuat pekerjaan yang kita lakukan menjadi lebih baik. Berbeda dengan teknologi yang konvensional kita kenal, maka teknologi informasi mempunyai beberapa sifat yang mendasar dari sisi jenis informasi yang dibawanya akan mempunyai spektrum yang lebar seperti:
 ·  Text (MSWord, ASCII).
·   Audio (WAV, MPEG-3).
·   Gambar (JPEG, GIFF, TIFF).
·   Video (MPEG, AVI)
Hal yang menjadikan teknologi informasi menarik terutama adalah kemampuan untuk menjadikan proses / pekerjaan yang ada menjadi:
·  Interaktif.
·  Tidak dibatasi dimensi ruang.
·  Tidak dibatasi dimensi waktu.
·  Tidak dibatasi dimensi institusi / birokrasi.
Akan tetapi untuk menggunakan teknologi informasi secara benar & baik, ada beberapa hal penting yang perlu / harus dipenuhi, yaitu:
·  Pengguna Teknologi Informasi harus tahu secara jelas sekali apa yang diinginkan. Sering sekali kita mendapatkan orang hanya ingin memasang jaringan komputer / IntraNet tanpa tahu untuk apa IntraNet tersebut akan dipasang - contoh objective misalnya: IntraNet akan digunakan untuk memberikan servis tambahan (misalnya online payment, online diagnosis) diluar servis yang umumnya diberikan
·  Pihak management rumah sakit / PUSKESMAS harus menyadari bahwa teknologi informasi hanyalah alat bantu. Operasi alat bantu ini sangat tergantung sekali pada kualitas SDM yang ada di rumah sakit - siapa yang akan mengisi informasi? siapa yang akan melakukan diagnosis? dll
· Teknologi informasi akan memudahkan kerjasama dengan berbagai fihak baik membuka client ke rumah-rumah secara langsung, maupun ke PUSKESMAS sekitar sekiranya pasien mereka membutuhkan bantuan secara cepat & interaktif.
Management Information System / Hospital
Bentuk paling sederhana teknologi informasi yang mungkin kita gunakan dalam rumah sakit adalah MIS / MIH. Sebagian besar rumah sakit di Indonesia telah menggunakan teknologi ini untuk mengatur operasi rumah sakit secara baik & effisien. Pada dasarnya teknologi yang digunakan adalah:
·   Database Software.
·   Accounting & Finance Software.
·   Jaringan Komputer (LAN).
Bayangkan sekarang jika dimungkinkan nantinya kerjasama antara rumah-rumah sakit & PUSKESMAS di sekitarnya. Perangkat yang perlu dikembangkan nantinya adalah:
·  Electronic Data Interchange (EDI)
·  Standarisasi Informasi Medis (rumah sakit & PUSKESMAS) supaya transfer pasien dapat dilakukan dengan smooth & cepat
·  Wide Area Network WAN connection & Internet sebagai basis hubungan jarak jauh.
Diskusi & Koordinasi Antara Para-Medis
Sebetulnya teknologi informasi & Internet menarik karena memudahkan untuk melakukan koordinasi & diskusi. Akan ada beberapa tahapan diskusi / koordinasi yang dapat kita kembangkan tergantung pada teknologi informasi yang digunakan.
Transfer Data
Operasi yang lebih kompleks dari telemedicine jika telah melibatkan pengirim data-data medis & hasil pengukuran kesehatan pasien yang mungkin akan mengambil bandwidth yang sangat lebar terutama jika informasi gambar yang akan dikirim.
Secara umum masyarakat mengenal produk teknologi informasi dalam bentuk perangkat keras, perangkat lunak dan infrastruktur. Perangkat keras meliputi perangkat input (keyboard, monitor, touch screen, scanner, mike, camera digital, perekam video, barcode reader, maupun alat digitasi lain dari bentuk analog ke digital). Perangkat keras ini bertujuan untuk menerima masukan data/informasi ke dalam bentuk digital agar dapat diolah melalui perangkat komputer. Selanjutnya, terdapat perangkat keras pemroses lebih dikenal sebagai CPU (central procesing unit) dan memori komputer. Perangkat keras ini berfungsi untuk mengolah serta mengelola sistem komputer dengan dikendalikan oleh sistem operasi komputer. Selain itu, terdapat juga perangkat keras penyimpan data baik yang bersifat tetap (hard disk) maupun portabel (removable disk). Perangkat keras berikutnya adalah perangkat outuput yang menampilkan hasil olahan komputer kepada pengguna melalui monitor, printer, speaker, LCD maupun bentuk respon lainnya.
Selanjutnya dalam perangkat lunak dibedakan sistem operasi (misalnya Windows, Linux atau Mac) yang bertugas untuk mengelola hidup matinya komputer, menhubungkan media input dan output serta mengendalikan berbagai perangkat lunak aplikasi maupun utiliti di komputer. Sedangkan perangkat aplikasi adalah program praktis yang digunakan untuk membantu pelaksanaan tugas yang spesifik seperti menulis, membuat lembar kerja, membuat presentasi, mengelola database dan lain sebagainya. Selain itu terdapat juga program utility yang membantu sistem operasi dalam pengelolaan fungsi tertentu seperti manajemen memori, keamanan komputer dan lain-lain.
Pada aspek infrastruktur, kita mengenal ada istilah jaringan komputer baik yang bersifat terbatas dan dalam kawasan tertentu (misalnya satu gedung) yang dikenal dengan nama Local Area Network maupun jaringan yang lebih luas, bahkan bisa meliputi satu kabupaten atau negara atau yang dikenal sebagai Wide Area Network (WAN). Saat ini, aspek infrastruktur dalam teknologi informasi seringkali disatukan dengan perkembangan teknologi komunikasi. Sehingga muncul istilah konvergensi teknologi informasi dan komunikasi. Perangkat PDA (personal digital assistant) yang berperan sebagai komputer genggam tetapi sarat dengan fungsi komunikasi (baik Wi-Fi, bluetooth maupun GSM) merupakan salah satu contoh diantaranya.
Perangkat keras (baik input, pemroses, penyimpan, maupun output), perangkat lunak serta infrastruktur, ketiga-tiganya memiliki potensi besar untuk meningkatkan efektivitas maupun efisiensi manajemen informasi kesehatan.. Berbagai hasil pemeriksaan laboratoris baik berupa teks, angka maupun gambar (seperti patologi, radiologi, kedokteran nuklir, kardiologi sampai ke neurologi sudah tersedia dalam format elektronik. Disamping itu, catatan klinis pasien yang ditemukan oleh dokter maupun perawat juga telah dimasukkan ke alam komputer baik secara langsung (dalam bentuk teks bebas atau terkode) maupun menggunakan dictation system. Sedangkan pada bagian rawat intensif, komputer akan mengcapture data secara langsung dari berbagai monitor dan peralatan elektronik. Sistem pendukung keputusan (SPK) juga sudah diterapkan untuk membantu dokter dan perawat dalam menentukan diagnosis, pemberitahuan riwayat alergi, pemilihan obat serta mematuhi protokol klinik. Dengan kelengkapan fasilitas elektronik, dokter secara rutin menggunakan komputer untuk menemukan pasien, mencari data klinis serta memberikan instruksi klinis. Namun demikian, bukan berarti kertas tidak digunakan. Dokter masih menggunakannya untuk mencetak ringkasan data klinis pasien rawat inap sewaktu melakukan visit. Di bagian rawat jalan, ringkasan klinis tersebut dicetak oleh staf administratif terlebih dahulu.
Meskipun menggunakan pendekatan, jenis aplikasi serta pengalaman yang berbeda-beda, namun secara umum ada kesamaan faktor yang menentukan keberhasilan mereka dalam menerapkan rekam medis berbasis komputer, yaitu: Leadership, komitmen dan visi organisasi Leadership dari pimpinan rumah sakit merupakan faktor terpenting. Hal ini ditandai dengan komitmen jangka panjang serta visi sangat jelas. Seringkali klinisi senior yang menjadi leader dalam komputerisasi dan menjalin kerjasama dengan ahli informatika. Selanjutnya komitmen tersebut direalisasikan secara finansial maupun sumber daya manusia. Bertujuan untuk meningkatkan proses klinis dan pelayanan pasien. Kunci keberhasilan kedua pengembangan sistem merupakan investasi untuk memperbaiki dan meningkatkan proses klinis dan pelayanan pasien. Saat ini, seiring dengan isyu medical error dan patient safety, kebutuhan pengembangan IT menjadi semakin dominan.Melibatkan klinisi dalam perancangan dan modifikasi sistem.
Berbagai upaya dilakukan, baik formal maupun non formal untuk melibatkan dokter dan dalam perancangan dan modifikasi sistem. Dokter, perawat maupun tenaga kesehatan lain yang memiliki pengalaman informatik dilibatkan sebagai penghubung antara klinisi dan sistem informasi. Hal ini terutama sangat penting dalam merancangn sistem pendukung keputusan klinis. Salah satu manajer IT mengatakan bahwa “We had over 530 people involved, and doctors hired to help us design screens and everything. The doctors were very much part of the effort.”Menjaga dan meningkatkan produktivitas klinisMeskipun diakui bahwa penggunaan komputer menambah beban bagi dokter, tetapi rumah sakit menyediakan fasilitas yang sangat mendukung.Jaringan nir kabel disediakan agar dokter tetap dapat mengakses data secara mobile.
Demikian juga, fasilitas Internet memungkinkan mereka memantau perkembangan pasien dari rumah. Komputer juga tersedia secara merata, untuk rawat jalan perbandingan tempat tidur dengan komputer antara 1:3-5, bahkan di LDS 1:1. Sedangkan di unit rawat jalan 1 ruang 1 komputer.Menjaga momentum dan dukungan terhadap klinisi. Salah satu dokter mengatakan bahwa “..We demonstrated and talked about it and evangelized the clinical staff that this was something good, something sexy, high tech and innovative and it was going to be expected to be utilized.” Karena kesemuanya adalah rumah sakit pendidikan, setiap residen diharuskan menggunakan komputer untuk mencatat perkembangan pasien. Akan tetapi, memelihara momentum agar dokter dapat menggunakan komputer secara langsung bervariasi, dari 3 tahunan hingga satu dekade.
Pengalaman di atas mengungkapkan bahwa penerapan IT untuk rekam medis merupakan effort yang luar biasa yang tercermin mulai dari leadership pimpinan, komitmen finansial dan SDM, tujuan organisasi, proses perancangan yang melelahkan, networking antara tenaga medis, non medis dan informatik hingga menjaga momentum.
Namun demikian, tidak dipungkiri bahwa masih banyak kendala dalam penerapan teknologi informasi untuk manajemen kesehatan di rumah sakit. Jika masih dalam taraf pengembangan sistem informasi transaksi (misalnya data administratif, keuangan dan demografis) problem sosiokltural tidak terlalu kentara. Namun demikian, jika sudah sampai aspek klinis, tantangan akan semakin besar. Di sisi lain, persoalan kesiapan SDM seringkali menjadi pengganjal. Pemahaman tenaga kesehatan di rumah sakit terhadap potensi TI kadang menjadi lemah karena pemahaman yang keliru. Oleh karena itu penguatan pada aspek pengetahuan dan ketrampilan merupakan salah satu kuncinya. Disamping itu, tentu saja adalah masalah finansial. Tanpa disertai dengan bantuan tenaga ahli yang baik, terkadang investasi TI hanya akan memberikan pemborosan tanpa ada nilai lebihnya. Yang terakhir adalah kecurigaan terhadap lemahnya aspek security, konfidensialitas dan privacy data medis.
Bahkan Anis Fuad dalam politik sistem rumah sakit mengatakan  Motivasi pengembangan sistem informasi rumah sakit terkadang merupakan bagian dari agenda besar berskala nasional. Hal ini sangat jelas terlihat sebagai upaya secara top down dari departemen kesehatan untuk melakukan standarisasi pelaporan indikator kinerja rumah sakit. Kalaupun dilihat sebagai bagian dari penerapan standar, pengembangan sistem informasi rumah sakit seharusnya juga memperhatikan kebebasan dan fleksibilitas rumah sakit untuk memilih jenis perangkat lunak, vendor, maupun metode pengembangannya. Namun, hal tersebut menjadi lebih sulit jika rumah sakit hanya dianggap sebagai pihak yang menerima dana dari pusat dan pengembangan sistem informasi rumah sakit merupakan bagian tidak terpisahkan dari syarat turunnya anggaran
Bagaimana memilih dan menerapkan aplikasi teknologi informasi untuk manajemen kesehatan di rumah sakit? Ini merupakan pertanyaan krusial yang harus dijawab. Melihat pada pengalaman di atas, kita harus mengembalikan kepada komitmen, visi dan leadership dari organisasi. Apakah ini hanya karena ikut-ikutan atau memang sudah tertuang dalam rencana stratejik rumah sakit? Selain itu, bagaimana implikasi biaya dan sumber daya manusia? Bagaimana menjalin kerjasama antar berbagai komponen di rumah sakit, baik tenaga medis maupun non medis?
Jika pertanyaan tersebut sudah dijawab, kita dapat memilih aplikasi yang sesuai dengan kemampuan organisasi. Langkah yang paling penting adalah pengembangan sistem informasi transaksional (data administratif dan klinis sederhana). Selanjutnya, pengembangan level kedua, yaitu sistem informasi manajemen dan sistem sistem informasi eksekutif(sistem pendukung keputusan) dapat dilakukan kemudian. Aplikasi SMS sebagai reminder bagi ibu hamil untuk memeriksakan secara tepat waktu juga meruapakan salah satu model SPK bagi pasien. Demikian juga model serupa agar jadwal imunisasi bagi balita tidak terlambat. Investasi yang diperlukan cukup dengan komputer yang telah diisi dengan database klinik pasien, nomer HP serta rule mengenai penjadwalan imunisasi. Penerapan jaringan wireless saat ini juga bukan investasi yang mahal. Dan masih seabreg inovasi lain yang dapat dikembangkan.
Dari konteks teknologi informasi dan komunikasi, dapat dikatakan bahwa pelbagai aplikasi sangat potensial sekali diterapkan di dunia medis. Akan tetapi kita harus memperhatikan bahwa hingga saat ini secara kultural, dunia medis, termasuk yang sudah menerapkan infrastruktur elektronik secara canggih sebagian besar transaksi informasi klinis masih berjalan secara face to face. Sehingga tidak salah bila ada yang mengatakan bahwa keberhasilan sistem informasi di rumah sakit 90% merupakan masalah sosial kultural dan hanya 10% saja yang merupakan masalah informatika.
Mengingat pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang cukup pesat, komunitas rekam medis perlu memahami berbagai konsep serta aplikasi medical informatics (informatika kedokteran). Informatika kedokteran (kadang disebut juga informatika kesehatan) adalah disiplin yang terlibat erat dengan komputer dan komunikasi serta pemanfaatannya di lingkungan kedokteran dikenal sebagai informatika kedokteran (medical informatics) Dalam pengertian yang lebih rinci, Shortliffe mendefinisikan informatika kedokteran sebagai berikut: “Disiplin ilmu yang berkembang dengan cepat yang berurusan dengan penyimpanan, penarikan dan penggunaan data, informasi, serta pengetahuan (knowledge) biomedik secara optimal untuk tujuan problem solving dan pengambilan keputusan. Oleh karena itu, informatika kedokteran bersentuhan dengan semua ilmu dasar dan terapan dalam kedokteran dan terkait sangat erat dengan teknologi informasi modern, yaitu komputer dan komunikasi. Kehadiran informatika kedokteran sebagai disiplin baru yang terutama disebabkan oleh pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan komputer, menimbulkan kesadaran bahwa pengetahuan kedokteran secara esensial tidak akan mampu terkelola (unmanageable) oleh metode berbasis kertas (paper-based methods).”. Lingkup kajian informatika kedokteran meliputi teori dan terapan[. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa informatika kedokteran merupakan disiplin ilmu tersendiri.
Secara terapan, aplikasi informatika kedokteran meliputi rekam medik elektronik, sistem pendukung keputusan medik, sistem penarikan informasi kedokteran, hingga pemanfaatan internet dan intranet untuk sektor kesehatan, termasuk merangkaikan sistem informasi klinik dengan penelusuran bibliografi berbasis internet. Dengan demikian, komunitas rekam medis akan memiliki wawasan yang luas mengenai prospek teknologi informasi serta mampu menjembatani klinisi (pengguna dan penyedia utama informasi kesehatan) dengan para ahli komputer (informatika) yang bertujuan merancang desain aplikasi dan sistem agar dapat menghasilkan produk aplikasi manajemen informasi kesehatan di rumah sakit yang lebih efektif dan efisien.

E. PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI PADA RISET KEPERAWATAN

Perkembangan teknologi informasi mulai merambah dunia keperawatan. Kebutuhan layanan kesehatan juga termasuk keperawatan yang cepat, efisien dan efektif menjadi tuntutan masyarakat modern saat ini. Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, istilah telemedicine, telehealth dan telenursing menjadi popular sebagai salah satu model layanan kesehatan.
Teknologi informasi dapat dimanfaatkan dalam bidang perkembangan riset keperawatan berbasis informatika kesehatan. Dapat juga digunakan dikampus dengan video conference, pembelajaran on line dan Multimedia Distance Learning. Pengolahan data dalam riset keperawatan perlu ketelitian, dengan perhitungan menggunakan teknologi informasi yang sudah ada maka kesalahan dalam perhitungan dapat diminimalkan agar dasar-dasar keilmuan yang nantinya akan menjadi landasan dalam kegiatan praktik klinik, pendidikan, dan menejemen keperawatan dapat diperkuat.
Penggunaan teknologi informasi dalam riset keperawatan juga untuk pendokumentasian hasil riset yang telah dilakukan. Setelah itu, perlu mempublikasikan hasil riset keperawatan sebagai ilmu untuk perawat lain dan masyarakat tentang hal yang berkaitan dengan isu keperawatan. Semua proses yang dibutuhkan dalam melakukan riset keperawtan pun akan lebih mudah dan efektif.
Seiring dengan pesatnya kebutuhan akan penggunaan teknologi informasi, perawat juga perlu berpartisipasi memanfaatkan teknologi yang sudah ada agar kegiatan yang dilakukan menjadi lebih efisien, salah satunya untuk riset keperawatan. Penggunaan teknologi informasi dalam riset keperawatan dapat digunakan untuk pengolahan data, penulisan hasil riset, penyimpanan, metode baru dalam pendokumentasian, peningkatan akses informasi, pengembangkan kemampuan pengambilan keputusan yang dapat membantu melakukan perubahan dalam profesionalisasi perawat serta publikasi hasil riset keperawatan.
Sebagai perawat yang mampu mengikuti perkembangan zaman, guna meningkatkan profesionalisme dan kemampuan maka pemanfaatan teknologi harus benar-benar digunakan untuk kegiatan yang dilakukan oleh perawat termasuk melakukan riset.
Perawat sebagai salah satu tenaga yang mempunyai kontribusi besar bagi pelayanan kesehatan, mempunyai peranan penting untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.  Dalam upaya peningkatan mutu, seorang perawat harus mampu melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar, yaitu mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi berikut dengan dokumentasinya.
Pendokumentasian Keperawatan  merupakan hal penting yang dapat menunjang pelaksanaan mutu asuhan keperawatan. (Kozier,E. 1990).  Selain itu dokumentasi keperawatan merupakan bukti akontabilitas tentang apa yang telah dilakukan oleh seorang perawat kepada pasiennya. Dengan adanya pendokumentasian yang benar maka bukti secara profesional dan legal dapat dipertanggung jawabkan
Masalah yang sering muncul dan dihadapi di Indonesia dalam pelaksanaan asuhan keperawatan adalah banyak perawat yang belum melakukan pelayanan keperawatan sesuai standar asuhan keperawatan.  Pelaksanaan asuhan keperawatan juga tidak disertai pendokumentasian  yang lengkap.( Hariyati, RT., th 1999). Saat ini masih banyak perawat yang belum menyadari bahwa tindakan yang dilakukan harus dipertanggungjawabkan. Selain itu banyak pihak menyebutkan kurangnya dokumentasi juga disebabkan karena banyak yang tidak tahu data apa saja yang yang harus dimasukkan, dan bagaimana cara mendokumentasi yang benar.( Hariyati, RT., 2002)
Kondisi tersebut di atas membuat perawat mempunyai potensi yang besar terhadap proses terjadinya kelalaian pada pelayanan kesehatan pada umumnya dan pelayanan keperawatan pada khususnya. Selain itu dengan tidak ada kontrol pendokumentasian yang benar maka pelayanan yang diberikan kepada pasien  akan cenderung kurang baik, dan dapat merugikan pasien.
Pendokumentasian asuhan keperawatan yang berlaku di beberapa rumah sakit di Indonesia umumnya masih menggunakan pendokumentasian tertulis. Pendokumentasian tertulis ini sering membebani perawat karena perawat harus menuliskan dokumentasi pada form yang telah tersedia dan membutuhkan waktu banyak untuk mengisinya. Permasalahan  lain yang sering muncul adalah biaya pencetakan form mahal sehingga sering form pendokumentasian tidak tersedia
Pendokumentasian secara tertulis dan manual juga mempunyai kelemahan yaitu sering hilang. Pendokumentasian yang  berupa lembaran-lembaran kertas maka dokumentasi asuhan keperawatan sering terselip. Selain itu pendokumentasian secara tertulis juga memerlukan tempat penyimpanan dan akan menyulitkan untuk pencarian kembali jika sewaktu-waktu pendokumentasian tersebut diperlukan. Dokumentasi yang hilang atau terselip di ruang penyimpanan akan merugikan perawat. Hal ini karena tidak dapat menjadi bukti legal jika terjadi suatu gugatan hukum, dengan demikian perawat berada pada posisi yang lemah dan rentan terhadap gugatan hukum.
Di luar negri kasus hilangnya dokumentasi serta tidak tersedianya  form pengisian tidak lagi menjadi masalah. Hal ini  karena pada rumah sakit yang sudah maju seluruh dokumentasi yang berkaitan dengan pasien termasuk dokumentasi asuhan keperawatan telah dimasukkan dalam komputer. Dengan informasi yang berbasis dengan komputer diharapkan waktu pengisian form tidak terlalu lama, lebih murah, lebih mudah mencari data yang telah tersimpan dan resiko hilangnya data dapat dikurangi serta dapat menghemat tempat karena dapat tersimpan dalam ruang yang kecil yang berukuran 10 cm x 15 cm x 5  cm . Sistem ini sering dikenal dengan Sistem informasi manjemen.
          Sistem informasi merupakan suatu kumpulan dari komponen-komponen dalam organisasi yang berhubungan dengan proses penciptaan dan pengaliran informasi. Sistem Informasi mempunyai komponen- komponen yaitu proses, prosedur, struktur organisasi, sumber daya manusia, produk, pelanggan, supplier, dan rekanan.  (Eko,I. 2001).
Sistem Informasi manajemen asuhan keperawatan sudah berkembang di luar negri sekitar tahun 1992, di mana pada bulan September 1992, sistem informasi diterapkan pada sistem pelayanan  kesehatan Australia khususnya pada pencatatan pasien.  (Liaw, T.,1993).
Pemerintah Indonesia sudah mempunyai visi tentang sistem informasi kesehatan nasional yaitu Informasi kesehatan andal 2010(Reliable Health Information 2010 ). (Depkes, 2001). Pada Informasi kesehatan andal tersebut telah direncanakan untuk membangun system informasi di pelayanan kesehatan dalam hal ini Rumah sakit dan dilanjutkan di pelayanan di masyarakat, namun pelaksanaannya belum optimal.
Oleh karena itu dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, maka perlu dibuat suatu mekanisme pendokumentasian yang mudah dan cepat berkaitan dengan dokumentasi proses keperawatan. Dengan adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, maka sangat dimungkinkan bagi perawat untuk memiliki sistem pendokumentasian asuhan keperawatan yang lebih baik.  Metode pendokumentasian asuhan keperawatan saat sudah mulai menunjukkan perkembangan, dari yang sebelumnya manual, bergeser kearah komputerisasi. Metode pendokumentasian tersebut dengan menggunakan Sistem Informasi Manajemen.
Sistem informasi manajemen berbasis komputer tidak hanya bermanfaat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan, namun juga dapat menjadi pendukung pedoman bagi pengambil kebijakan/pengambil keputusan  di keperawatan/Decision Support System dan Executive Information System (Eko,I. 2001).  Informasi asuhan keperawatan dalam sistem informasi manajemen yang berbasis komputer dapat digunakan  dalam menghitung pemakaian tempat tidur /BOR pasien, angka nosokomial, penghitungan budget keperawatan dan sebagainya. Dengan adanya data yang akurat pada keperawatan maka data ini juga dapat digunakan untuk informasi bagi tim kesehatan yang lain. Sistem Informasi asuhan keperawatan juga dapat menjadi sumber dalam pelaksanaan riset keperawatan secara khususnya dan riset kesehatan pada umumnya. (Udin,and Martin, 1997).
 Oleh karena itu system sistem informasi manajemen berbasis komputer ini sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh manajemen rumah sakit, dimana aktifitas perawatan dapat termonitor dalam sebuah data base rumah sakit.
Manfaat lain yang dapat diperoleh dari sistem informasi yang berbasis komputer ini ialah system ini sangat praktis karena mampu menyimpan data yang sangat banyak penuh dalam sebuah kotak kecil / hard disk yang berukuran hanya 15x10x 5 cm. Sistem informasi berbasis komputer juga dirancang untuk mengikuti era globalisasi sehingga perawat di Indonesia tidak tertinggal dengan perawat yang diluar negeri.


F. SISTEM INFORMASI KEPERAWATAN BERBASIS KOMPUTER

Betulkah perawat adalah sebuah profesi?.. barangkali pertanyaan ini patut kita ajukan manakala melihat sebagian besar perawat hanya bekerja mengikuti rutinitas semata. Datang, baca laporan, lihat pasien, memberi obat, ambil sampel labolatorium, kirim pasien ke radiologi, setelah selesai duduk dan ngobrol sesama teman. Lebih miris saat perawat tidak tahu kondisi pasiennya ketika ada dokter atau tim kesehatan lain yang membutuhkan informasi tentang pasien. Atau untuk mencari informasi tersebut, perawat harus mencari-cari catatan pasiennya.... Kalau seperti ini kapan perawat akan maju? Kita sudah sepakat bahwa keperawatan adalah sebuah pelayanan profesional, artinya ada kaidah yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah bukti fisik pelayanan keperawatan yang sesuai dengan standar. Bukti fisik ini berbentuk dokumentasi keperawatan yang juga sekaligus menjadi bukti akuntabilitas perawat terhadap asuhan yang telah diberikan kepada pasiennya. Sayang, dokumentasi ini pun sering kali terbengkalai.
Sebagian perawat melengkapi dokumentasi ketika pasien sudah pulang. Atau tidak semua kaidah dokumentasi dipatuhi sehingga kualitas dokumentasi keperawatan buruk. Hariyati (1999) dalam penelitian yang berjudul "Hubungan antara pengetahuan aspek hukum dari perawat dan karakteristik perawat terhadap kualitas dokumentasi keperawatan di RS X" menyimpulkan bahwa masih banyak perawat yang belum menyadari bahwa tindakan yang dilakukan harus dipertanggungjawabkan dan banyak pihak yang menyebutkan bahwa kurangnya dokumentasi disebabkan karena tidak tahu apa yang harus dimasukkan (dicatat) dan bagaimana dokumentasi yang benar. Kondisi tersebut barangkali dialami oleh sebagian besar perawat. Padahal konsep tentang mekanisme tanggung jawab dan tanggung gugat dalam keperawatan sudah termasuk dalam kurikulum pendidikan keperawatan, termasuk ilmu dokumentasi keperawatan. Disamping itu, dokumentasi keperawatan seringkali membutuhkan waktu yang cukup lama karena banyaknya informasi yang harus ditulis dan adanya pengulangan-pengulangan penulisan informasi yang sama.
Kesulitan tersebut barangkali tidak perlu terjadi saat kita mempunyai solusi dan menyadari pentingnya dokumentasi keperawatan. Dokumentasi keperawatan mempunyai makna penting ditinjau dari aspek hukum, kualitas pelayanan, komunikasi, keuangan, pendidikan, penelitian dan akreditasi (Nursalam, 2008). Singkatnya, banyak informasi yang bisa didapat dengan melaksanakan dokumentasi keperawatan yang benar, misalnya data penyakit pasien, angka morbiditas, angka mortalitas, lama hari rawat (length of stay/LOS), BOR, angka nosokomial, budget keperawatan dan informasi statistik lainnya yang sangat bermanfaat bagi manajer keperawatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan profesionalisme keperawatan.
Dewasa ini telah berkembang dokumentasi keperawatan berbasis komputer (Computer Based Nursing Documentation) yang menjadi pengganti Paper Based Documentation. Paper based documentation, disamping kelebihannya, mempunyai banyak kelemahan, diantaranya butuh motivasi yang kuat untuk menulis, kualitasnya rendah dan banyak keterbatasan (Ammenwerth, at all, 2003).
Sementara dokumentasi keperawatan berbasis komputer mempunyai lebih banyak keunggulan. (Lyden, 2008) dalam papernya yang berjudul "From Paper to Computer Documentation : One Easy Step?" menuliskan pengalamannya bahwa dokumentasi keperawatan berbasis komputer yang diterapkan di ICU dengan nama "The eICU system" mempunyai beberapa keuntungan diantaranya adalah lebih akurat, komplit (lengkap), legibel (dapat dipertanggungjawabkan) dan membutuhkan waktu yang lebih singkat.
Senada dengan Lyden, Menke, at all (2001) dalam penelitian yang berjudul "Computerized Clinical Documentation System (CDS) in the Pediatric Intensive Care Unit" mengatakan bahwa dibandingkan dengan paper based documentation, CDS lebih dapat dipertanggungjawabkan (legibel), lebih lengkap (komplit) dan memerlukan waktu yang lebih singkat. Disamping itu juga memperbanyak waktu untuk merawat pasien, menurunkan "medical errors", meningkatkan kualitas dokumentasi dan meningkatkan kesinambungan pelayanan.
Tentunya dokumentasi keperawatan berbasis komputer juga mempunyai kelemahan, diantaranya adalah kemampuan perawat dalam melaksanakan proses keperawatan dan keterampilan perawat menggunakan komputer (Ammenthwerth, at all, 2003).
Sistem informasi keperawatan berbasis komputer telah berkembang di beberapa negara seperti australia dan amerika. Beberapa rumah sakit di Jakarta dan kota-kota lainnya juga telah menerapkan dokumentasi keperawatan yang termasuk ke dalam sistem informasi keperawatan berbasis komputer. RS Banyumas contohnya, aplikasi sistem informasi keperawatan telah berdampak positif berupa meningkatnya penghargaan terhadap perawat. Tentunya ini adalah sebuah prestasi yang membanggakan sekaligus meningkatkan prestise (citra) perawat di mata profesi lain. Salut!!!


No comments:

Post a Comment